Jumat, 23 Desember 2011

kamu

aku adalah pemuja bayang mu
karena dirimu terlalu indah untuk ku puja
aku adalah siang tanpa matahari
karena dirimu terlalu berharga tuk aku miliki

mungkin aku yang selalu jauh dari cinta
dapat meraih sebagian dari merah hatimu

yang kuharap
jangan dirimu ucap tak mungkin
karena hidupku sudah sesak dengan ketidakmungkinan

seluruh harapku
aku serahkan untuk meraih hati dan cintamu....

Selasa, 15 Maret 2011

SETANGKAI MAWAR MERAH UNTUK IBU


Seorang pria muda berhenti di sebuah toko bunga untuk memesan seikat karangan bunga mawar yang akan di paketkan untuk ibunya yang berjarak 500 kilo meter dari tempat tingalnya.

Saat berhenti dijalan depan toko bunga itu, ia melihat seorang gadis kecil yang menangis tersendu-sendu. Entah penyebab apa gadis kecil itu menangis, tanpa pikir panjang pria itu menanyainya "kenapa kamu menangis?" dan di jawab oleh di gadis kecil "saya ingin membeli setangkai mawar merah untuk ibu saya, tapi saya hanya punya uang lima ratus rupiah saja, sedangkan harga bunga mawar itu seribu rupiah"

Pria itu tersenyum lalu berkata "Ayo ikut, aku akan membelikanmu bunga yang kamu mau"
kemudian lelaki itu membelikan gadis itu setangkai mawar merah sekaligus memesankan karangan bunga untuk dikirim kepada ibunya karena sudah lama dia tak berjumpa dengan sang Ibu. Biasa terlalu sibuk dengan segudang pekerjaan yang harus dikerjakan.

Ketika selesai dan hendak pulang ia menawarkan diri untuk mengantar gadis kecil pulang kerumah. Gadis kecil melonjak gembira "Ya tentu saja, hhhmmmm... maukah engkau sekalian mengantarkanku ketempat Ibu saya?" "Baiklah" jawabnya dengan senyuman kecil

Kemudian mereka berdua menuju ketempat yang ditunjukkan gadis kecil itu, yaitu pemakaman umum, Ya pemakaman.
Dengan berlinang air mata, gadis kecil itu berjalan menuju salah satu kuburan yang masih basah dan meletakkan setangkai mawar merah itu tepat diatasnya sembari berkata "Bunga ini untuk ibu, sebagai ganti bunga mawar dari ibu yang kemaren saya buang karena kesal. Aku sangat sayang dan kangen sama ibu"
Melihat ini, hati pria itu terenyuh dan teringat akan sesuatu. Bergegaslah, ia pergi ke toko bunga tadi dan membatalkan kirimannya.

Ia mengambil karangan bunga yang dibelinya dan mengendarai sendiri kendaraannya sejauh 500 Km kerumah ibunya.

Duhai sahabat TERIMA KASIH IBU yang lagi jauh dari sang ibu, berada dirantau orang, seberapa pun sibuknya, seberapa pun kayanya, seberapa pun terhormatnya, siapa pun diri kita, ingatlah beberapa tahun lalu kita adalah seorang bocah kecil yang tak punya apa-apa dan tak akan pernah jadi apa-apa tanpa seorang ibu

Selagi Ibu masih ada, lakukan yang terbaik dan jangan sampai kita menjadi gadis kecil seperti cerita tadi

Salam hormat untuk Ibu

TERIMAKASIHIBU.BLOGSPOT.COM

Jumat, 28 Januari 2011

10 Novel modern pertama di Indonesia

10 Novel modern pertama di Indonesia Kelahiran novel modern di Indonesia banyak dikemukakan oleh para penulis angkatan Balai Pustaka seperti Merari Siregar, Marah Roesli, Muhammad Yamin, Nur Sutan Iskandar, Tulis Sutan Sati, Djamaluddin Adinegoro, Abbas Soetan Pamoentjak, Abdul Muis, dan Aman Datuk Madjoindo. Beberapa karya mereka sangat terkenal hingga sekarang, sebut saja Siti Nurbaya karya Marah Roesli, Sengsara membawa nikmat karya Tulis Sutan Sati, dan masih banyak yang lainnya. Berikut 10 novel modern pertama di Indonesia:
10. Salah Pilih (1928)Penulis: Nur Sutan Iskandar
Penerbit: Balai Pustaka

Sinopsis: kehidupan seseorang yang telah salah pilih dalam menentukan pilihannya
9. Salah Asuhan (1928)
Penulis: Abdul Muis
Penerbit: Balai Pustaka
Sinopsis: Karya sastra legendaris SALAH ASUHAN karya Abdul Muis, berkisah tentang seorang pria Minang yang mendapatkan seorang istri berkewarganegaraan asing. Pada zamannya, perbedaan kewarganegaraan menjadi persoalan serius, karena faktor budaya

8. Sengsara membawa nikmat (1928)
Penulis: Tulis Sutan Sati
Penerbit: Balai Pustaka
Sinopsis: Dari novel ini muncul tokoh yang mungkin masih anda kenal sampai sekarang, mengisahkan tentang kisah seorang pemuda shalih bernama Midun

7. Pertemuan (1927)
Penulis: Abbas Soetan Pamoentjak
Penerbit: Balai Pustaka
6. Cinta yang membawa maut (1926)
Penulis: Nur Sutan Iskandar
Penerbit: Balai Pustaka
5. La Hami (1924)
Penulis: Marah Roesli
Penerbit: Balai Pustaka
Sinopsis: perjuangan seorang pemuda yang gagah berani dalam mencari jati diri

4. Tak Disangka (1923)
Penulis: Tulis Sutan Sati
Penerbit: Balai Pustaka
3. Apa dayaku karena aku seorang perempuan (1923)
Penulis: Nur Sutan Iskandar
Penerbit: Balai Pustaka
Sinopsis: Kisah seorang perempuan yang harus mematuhi keingginan keluarganya demi martabat keluarga.
2. Siti Nurbaya (Kasih tak sampai), 1922
Penulis: Marah Roesli
Penerbit: Balai Pustaka
Sinopsis:
Siapa yang tidak kenal dengan nama Siti Nurbaya, Siapa juga yang tidak kenal dengan Datuk Maringgih & Samsulbahri. Mereka merupakan tokoh-tokoh dari Novel terkenal Karya Marah Rusli.
Hampir semua kritikus sastra Indonesia menempatkan novel Sitti Nurbaya ini sebagai karya penting dalam sejarah kesusastraan Indonesia. Secara tematik, seperti yang disinggung H.B. Jassin, Zuber Usman, Ajip Rosidi, Sapardi Djoko Damono, maupun Teeuw, novel ini tidak hanya menampilkan latar social lebih jelas, tetapi juga mengandung kritik yang tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu. Novel ini pula yang pertama kali menampilkan masalah perkimpoian dalam hubungannya dengan persoalan adat, yang kemudian banyak diikuti oleh pengarang-pengarang Indonesia sesudahnya.
Pada tahun 1969, novel ini memperoleh hadiah penghargaan dari pemerintah Indonesia sebagai hadiah tahunan yang diberikan setiap tanggal 17 Agustus- kini Hadiah Tahunan Pemerintah ini tidak dilanjutkan lagi.
Berbagai artikel maupun makalah yang membahas novel ini sudah banyak ditulis oleh para pengamat sastra Indonesia, baik dalam maupun luar negeri. Hingga kini, ulasannya masih terus banyak dilakukan, baik dalam konteks sejarah kesusastraan Indonesia modern, maupun dalam konteks social dan emansipasi wanita

1. Azab dan Sengsara (1920)
Penulis: Merari Siregar
Penerbit: Balai Pustaka
Sinopsis: Tema dari novel Azab dan Sengsara adalah permasalahkan perkimpoian dalam hubungannya dengan harkat dan martabat keluarga. Novel ini mengkisahkan tentang kehidupan cinta seorang perempuan yang menyedihkan

10 film pertama di indonesia

10. Boenga Roos dari Tjikembang (1931)
Film bersuara pertama di Indonesia, film ini menceritakan tentang hubungan antar etnis Cina & pribumi. Dalam film ini The Teng Chun bertindak sebagai sutradara dan kamera. Cerita ini dikarang oleh Kwee Tek Hoay dan pernah dipentaskan Union Dalia Opera pada 1927, meskipun cuma ringkasan cerita saja, yaitu tentang Indo-Tiongha. Dan film ini diberitakan oleh pengarangnya film Cina buatan Java ini adalah karya Indo-Tiongha.





 9. Si Ronda (1930)
Film ini disutradaria oleh Lie Tek Swie & A. LOEPIAS (Director of Photography), & dibintangi oleh Bachtiar Efendy & Momo. Film ini bercerita tentang kisah seorang jagoan perkelahian yang mengandung unsur kebudayaan Cina.


8. Si Tjonat (1929)
Produksi : Batavia Motion Picture
Produser : Jo Eng Sek, Nelson Wong
Sutradara : Nelson Wong
Skenario : FDJ Pangemanan
Pemain : Herman Sim, Ku Fung May, Lie A Tjip
Cerita dalam ini berputar pada kisah seseorang yang dijuluki si Tjonat. Nakal sejak kecil, si Tjonat (Lie A Tjip) melarikan diri ke Batavia (Jakarta) setelah membunuh temannya. Di kota ini ia menjadi jongos seorang Belanda, bukannya berterima kasih karena mendapat pekerjaan ia juga menggerogoti harta nyai tuannya itu. Tak lama kemudian ia beralih profesi menjadi seorang perampok dan jatuh cinta kepada Lie Gouw Nio (Ku Fung May). Namun cintanya bertepuk sebelah tangan, penolakan Gouw Nio membuatnya dibawa lari oleh si Tjonat. Usaha jahat itu dicegah oleh Thio Sing Sang (Herman Sim) yang gagah perkasa.
7. Rampok Preanger (1929)
Sutradara: Nelson Wong
Produksi: Halimoen Film
Cerita: Wong bersaudara
Pemain: Ining resmini, MS Ferry
belum jelas cerita film ini menceritakan apa,
berikut sedikit tentang Ining resmini, pemain film ini
sumber: situs dokumentasi perfilman Indonesia milik pemerintah(perfilman.pnri.go.id) :
Ibu Ining tidak pernah menduduki bangku sekolah, tahun 1920-an adalah seorang penyanyi keroncong terkenal pada Radio Bandung (NIROM) yang sering pula menyanyi berkeliling di daerah sekitar Bandung. Kemudian ia memasuki dunia tonil sebagai pemain sekaligus sebagai penyanyi yang mengadakan pagelaran keliling di daerah Priangan Timur. Main film tahun 1928 yang berlanjut dengan 3 film berikutnya. Film-film itu seluruhnya film bisu. Ketika Halimoen Film ditutup tahun 1932, hilang pulalah Ibu Ining dari dunia film. Namun sampai pecahnya PD II ia masih terus menyanyi dan sempat pila membuat rekaman di Singapura dan Malaya. Pada tahun 1935 ia meninggal dunia dalam usia 69 tahun karena sakit lever.
6. Njai Dasima I, (1929)
Produksi : Tan's Film
Produser : Tan Koen yaw
Sutradara : Lie Tek Swie
Fotografi : A. Loepias
Pemain : N. Noerhani, Anah, Wim Lender, Momo
Film ini berasal dari sebuah karangan G. Francis tahun 1896 yang diambil dari kisah nyata, kisah seorang istri simpanan, Njai (nyai) Dasima yang terjadi di Tangerang dan Betawi/Batavia yang terjadi sekitar tahun 1813-1820-an .
Nyai dasima seorang gadis berasal dari Kuripan, bogor, jawa barat. Ia menjadi istri simpanan seorang pria berkebangsaan Inggris bernama Edward William. oleh sebab itu akhirnya ia pindah ke betawi/batavia . karena kecantikan dan kekayaannya, Dasima menjadi terkenal. salah seorang penggemar beratnya Samiun yang begitu bersemangat memiliki Nyai Dasima membujuk Mak Buyung untuk membujuk Nyai Dasima agar mau menerima cintanya. Mak buyung berhasil membujuk Dasima walaupun Samiun sudah beristri. Hingga akhirnya Nyai Dasima disia-siakan Samiun setelah berhasil dijadikan istri muda.





5. Setangan Berloemoer darah (1928)
Film yang disutradarai oleh Tan Boen San, setelah pencarian dibeberapa sumber, sinopsis film ini belum diketahui secara pasti.
4. Resia Boroboedoer (1928)
Film yang diproduksi oleh Nancing Film Co. Dibintangi oleh Olive Young. Merupakan film bisu yang bercerita tentang Young pei fen yang menemukan sebuah buku resia (rahasia) milik ayahnya yang menceritakan tentang sebuah bangunan candi terkenal (Borobudur). Diceritakan juga di candi tersebut terdapat sebuah harta karun tak ternilai yaitu guci berisi abu sang Budha Gautama.




3. Lily Van Java (1928)
Film yang diproduksi perusahaan The South Sea Film dan dibuat bulan Juni 1928. Bercerita tentang gadis yang dijodohkan orang tuanya padahal dia sudah punya pilihan sendiri. Pertama dibuat oleh Len H. Roos seorang Amerika yang berada di Indonesia untuk menggarap film Java. Ketika dia pulang dilanjutkan oleh Nelson Wong yang bekerja sama dengan David Wong karyawan penting perusaahaan General Motors di Batavia yang berminat pada kesenian, membentuk Hatimoen Film. Pada akhirnya, film Lily van Java, diambil alih oleh Halimoen. Menurut wartawan Leopold Gan, film ini tetap digemari selama bertahun-tahun sampai filmnya rusak. Lily van Javamerupakan film Tionghoa pertama yang dibuat di Indonesia.






2. Eulis Atjih (1927)
Sebuah film bisu bergenre melodrama keluarga, film ini disutradarai oleh G. Kruger dan dibintangi oleh Arsad & Soekria. Film diputar bersama-sama dengan musik keroncong yang dilakukan oleh kelompok yang dipimpin oleh Kajoon, seorang musisi yang populer pada waktu itu.
kisah Eulis atjih, seorang istri yang setia yang harus hidup melarat bersama anak-anaknya karena ditinggal suaminya yang meninggalkannya untuk berfoya-foya dengan wanita lain, walaupun dengan berbagai masalah akhirnya dengan kebesaran hatinya Eulis mau menerima suaminya kembali walaupun suaminya telah jatuh miskin.



1. Loetoeng Kasaroeng (1926)
Loetoeng Kasaroeng adalah sebuah film Indonesia tahun 1926. Meskipun diproduksi dan disutradarai oleh pembuat film Belanda, film ini merupakan film pertama yang dirilis secara komersial yang melibatkan aktor Indonesia.





 Sutradara: G. Kruger dan L. Heuveldorp
Artis: Martoana, Oemar.
Sinopsis: Diambil dari kisah legenda Jawa Barat, Lutung Kasarung.




Bonus
Darah dan Doa (1950), Film pertama Indonesia yang dibuat oleh orang Indonesia.
Darah dan Doa ialah sebuah film Indonesia karya Usmar Ismail yang diproduksi pada tahun 1950 dan dibintangi oleh Faridah. Film ini merupakan film Indonesia pertama yang sepenuhnya dibuat oleh warga pribumi. Film ini ialah produksi pertama Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini), dan tanggal syuting pertama film ini 30 MARET 1950 kemudian dirayakan sebagai HARI FILM NASIONAL. Kisah film ini berasal dari skenario penyair Sitor Situmorang, menceritakan seorang pejuang revolusi Indonesia yang jatuh cinta kepada salah seorang Belanda yang menjadi tawanannya